Minggu, 29 Januari 2017

SITUS SEJARAH PULO MAJETI



OBJEK WISATA CAGAR BUDAYA PULO MAJETI KOTA BANJAR


Destinasi Objek Wisata Alam Cagar Budaya Pulo Majeti Kota Banjar merupakan wisata sejarah sekaligus juga wisata ziarah di Kota Banjar, pengunjung bisa dengan datang ke Situs Pulo Majeti ataupun Rawa Onom. Kawasan ini juga telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Cagar Budaya Pulo Majeti yang menjadi tempat paporit untuk peziarah. sangat disayangkan juga kebanyakan dari mereka datang hanya dengan tujuan keduniawian alias mencari berkah ditempat "angker-agker gitu" untuk mendapatkan pangkat, jabatan dan sebagainya.
Asal usul Wisata Alam Cagar Budaya Pulo Majeti Kota Banjar dari berdirinya Kerajaan Onom yang masih ada kaitannya dengan Kerajaan Galuh yang pada waktu itu berkuasa hampir diseluruh tanah Pasundan. Prabu Selang Kuning Sulaeman Anom merupakan salah seorang penguasa di Kerajaan Onom serta sekaligus pendiri Kerajaan tersebut.
Namun Kerajaan Onom ini dapat dikatakan sebagai Kerajaan yang sangat Misterius adanya, dikarenakan masih belum di ketahui bagaimana hancur dan jayanya Kerajaan tersebut, banyak dari cerita rakyat yang mengatakan bahwa kerajaan Onom ini di yakini hilang begitu saja ke alam Ghoib (dimensi yang lain) dengan istilahnya yaitu“sileum”.
Maka pada masa-masa sekarang kerajaan Onom ini sudah melegenda dimasyarakat setempat bahwa disana memiliki aura mistis yang sangat pekat sekali, sehingga tak jarang banyak sekali peziarah yang datang baik itu dari warga setempat maupun warga luar datang untuk meminta sesuatu yang bersifat keduniawian belaka.
Padahal sebenarnya kawasan Situs Pulo Majeti sendiri telah memiliki sejarah yang panjang mengenai bagaimana keberadaan sesungguhnya Kerajaan Ratu Gakuh yang menjadi cikal bakal daerah tersebut. Mungkin para pembaca yang tertarik bisa menggali sejarah di tempat tersebut. Situs ini berada di Dusun Siluman, Kel. Purwaharja, Kec. Purwaharja Kota Banjar, bisa juga dilihat pada peta pada Koordinat : 7°20'31"S 108°33'13"E.
Objek Wisata Cagar Budaya Pulo Majeti Kota Banjar Meskipun tempat-tempat di atas belum dikembangkan sebagai destinasi wisata yang komersil akan tetapi panorama yang disuguhkan menjadi daya tarik wisata serta memungkinkan ke depannya daerah-daerah tersebut bisa menjadi obyek wisata yang sangat populer. @dari berbagai sumber cerita  

SITUS SEJARAH RAWA ONOM



Asal Usul berdirinya Kerajaan Onom

Situs kerajaan Rawa Onom merupakan salah satu situs budaya berlokasi di kec.purwaharja kota Banjar. Menurut masyarakat setempat dan sesepuh setempat nama rawa onom artinya yang paling tua. Para leluhur dari kerajaan onom banyak yang silem/hantur bakti/meninggal tanpa ada jasadnya,di atas sumur 8 ada 5 leluhur yang menghuni keraton yaitu:
1.     Kyai sawung galing
2.     Mbah tambung sela
3.     Mbah bhratayuda
4.     Nyi raden tanjung anom
5.     Ratu siluman
Sedangkan leluhur yang menghuni daerah pulo majeti adalah ratu gandawati dan sulaeman anom. Kerajaan rawa onom pada masa berdirinya masih beragama hindu-budha. Rawa onom merupakan tempat jiarah tapi tidak ada bukti keramat dan hanya berbentuk keyakinan saja, di rawa onom ada satu kampung yang dinamakan kampung siluman karena para leluhur di kampung tersebut banyak yang silem(meninggal tanpa ada jasadnya).
Menurut Eming Surabraja, mantan Kepala Desa Purwaharja ke 17, Onom merupakan pasukan balatentara dari Kerajaan Medang yang ditaklukkan balatentara Kerajaan Galuh. Karena atas kekalahan itu, Raja Medang berikut pengikutnya mau tidak mau berada di bawah kekuasaan Kerajaan Galuh. Prabu Selang Kuning, yang semula pemimpin balatentara Kerajaan Medang ini. Di percaya oleh Kerajaan Galuh sebagai Patih kerajaan. Kemudian Prabu Selang Kuning  oleh raja diperintah membangun wilayah baru di daerah Pulo Majeti. Patih Selang Kuning menerima perintah ini sebaik-baiknya sehingga di Pulo Majeti yang semula rawa, berubah menjadi istana hebat. Sedangkan pengikutnya terdiri Mas Bugel, Mas Bedegel, Mas Rimpung dan Mas Jemblung setelah pendirian istana, mereka diutus oleh Prabu Selang Kuning untuk mengirimkan upeti setiap tahun sesuai permintaan Raja Galuh. Namun Pemimpin kerajaan Medang, kemudian dipercayakan kepada Prabu Anom, yang ditugaskan dari Kerajaan Galuh. Akan tetapi Prabu Anom dalam menjalankan tampuk kepemimpinannya bertindak semena-semena. Sehingga Prabu Selang Kuning tak mau menyerahkan hasil karyanya kepada rajanya, melainkan dia mengangkat dirinya sendiri menjadi penguasa Kerajaan Medang. Untuk menghindarkan percekcokan dengan Kerajaan Galuh, maka Prabu Selang Kuning mengajak seluruh rakyatnya pindah ke alam lain. Itulah bangsa onom. Hingga nama Kerajaan Medang berganti nama menjadi Kerajaan Onom. 
Yang tilem di Pulo Majeti itu adalah Prabu Selang Kuning Sulaeman Anom, Ibu Ratu Gandawati ingkanggarwa, Raden Patih Kalintu Undara Pamerat Jagat, Raden Jaksa Jagabuana, Raden Wedana Langlangbuana, Kiai Bagus         Tol Malbaeni dan Kiai Bagus Mantereng. Sedangkan pengikutnya terdiri Mas Bugel, Mas Bedegel, Mas Rimpung dan Mas Jemblung . Namun sebelum "tilem", mereka berjanji akan mengirimkan upeti setiap tahun sesuai permintaan Raja Galuh.

2.2 Pandangan Masyarakat setempat terhadap Kerajaan Onom
ONOM adalah sebangsa makhluk halus, berpusat di areal sebuah rawa seluas 947 ha, Rawa Onom namanya. Orang tak boleh gegabah membicarakannya sebab selalu saja ada akibatnya. Begitu kata penduduk Banjar.  ONOM itu sebangsa makhluk halus. Orang Banjar, Kabupaten Ciamis, menyebutnya sebagai siluman. Siluman punya arti tersendiri untuk sebutan kelompok makhluk halus. Kata Sanusi (50) penduduk Purwaharja, siluman dikenakan kepada makhluk halus yang dulunya berujud manusia biasa. Namun karena “Ngahiang” (menghilang), dan menjadi makhluk halus, maka disebutnya sebagai siluman. Kata Sanusi lagi, sampai dengan tahun 1942 wilayah Kecamatan Purwaharja ini dikenal sebagai Kampung Siluman. Mengapa disebut begitu, sebab orang mengganggap bahwa kampung itu masuk areal atau wilayah kekuasaan bangsa onom. Bangsa onom konon punya kerajaan, Pulo Majeti namanya. Hingga kini, wilayah bernama Pulo Majeti masih tetap ada dan hingga kini pula, banyak diziarahi orang yang datang dari mana-mana, hingga dari luar Pulau Jawa. “Bagi mata biasa, Pulo Majeti hanya berupa gugusan pulau kecil di tengah rawa bernama Rawa Onom, seluas 947 ha. Namun bagi orang-orang tertentu, itu adalah sebuah kerajaan,” tutur Mamun (50)masih penduduk sekitar situ. Jurukunci Pulo Majeti, Bapak Omod mengabarkan bahwa yang berkuasa di Kerajaan  Onom adalah Prabu Selang Kuning. Istrinya bernama Ratu Gandawati. Dia punya aparat, yaitu Patih Kalintu dan abdi dalemnya adalah Mas Bugel,Ki Bedegel,Ki Rimpung dan Mas Jemblung. Setiap saat mereka berada di sana dan setiap saat mereka melayani permintaan para peziarah. Sisa-sisa kepercayaan terhadap Onom kini masih berkembang di sebagian kecil masyarakat, terutama yang tinggal sekitar pusat kekuatan Onom, yakni Pulo Majeti. Pulo Majeti ini dulunya berada di tengah-tengah Rawa Onom. Pulo Majeti inilah disinyalir sebagai pusatnya kerajaan Onom. Orang yang datang ke tempat ini tidak diperbolehkan mengeluarkan kata-kata yang sompral.
Kerajaan Bangsa Onom di Pulo Majeti yang dirajai oleh
Prabu Selang Kuning ini, kono
n dihormati pula oleh aparat pemda Kabupaten Ciamis. Percaya atau tidak, beberapa waktu yang lalu, bila di pemda akan mengadakan perayaan apa saja, seperti HUT Kabupaten atau HUT-RI misalnya, maka dari berbagai kalangan yang diundang, bangsa onom pun diundang pula. Sampai dengan dekade 1980-an bahkan pada acara-acara perayaan khusus, panitia pernah menyiapkan sebuah kuda yang sudah dihias. Kuda itu dibawa karnaval dalam keadaan kosong, artinya tanpa penunggang. Namun aneh, kuda itu ngosngosan seperti membawa beban berat. Konon, sebenarnya kuda itu ditunggangi oleh bangsa onom. Di lingkungan pendopo juga, suka disediakan sebuah kamar khusus buat “undangan khusus” ini. Di dalam kamar itu sudah dipersiapkan berbagai penganan dan juga pakaian baik pakaian untuk pria maupun untuk wanita. Kata orang tua pengatur tata-cara ini, bila ada hal-hal aneh, maka siapa pun jangan sekali-kali menggubrisnya.

2.3 Dijadikan tempat Ziarah oleh warga setempat
          Sungguh menakjubkan. Sekarang abad 21 di mana dunia tengah menghadapi era teknologi canggih. Namun demikian, kepercayaan akan dunia lain masih tetap dipertahankan. Contohnya kekuatan Rawa Onom dan Pulo Majeti ini. Maka banyaklah orang berziarah dan bertapa di sana untuk
minta berkah, seperti ingin diluluskan segala cita-citanya,
ingin dapat jodoh, dapat kerjaan, sampai kepada ingin anak lulus ujian. “Tapi berziarah ke Pulo Majeti segalanya harus serius dan harus dilakukan dengan tertib dan sopan. Kalau ada tindak kesombongan diperlihatkan di sini, akan ada risikonya!” tutur juru kunci. Demikian pula yang diakui oleh beberapa penziarah. Pernah ada yang datang namun tak percaya atas keberadaan hal-hal gaib Pulo Majeti. Maka mendadak sontak keanehan diperlihatkan. Pernah seseorang terkencing-kencing lari sebab katanya ada binatang aneh mengejar-ngejar terus. Sementara peziarah lain hanya menatap terbengong-bengong sebab apa yang ditakuti orang itu, malah tak terlihat oleh orang lain. Suatu malam buta, tiba-tiba hujan turun dengan deras, disertai kilat menyambar-nyambar. Namun selang beberapa lama kemudian, hujan berhenti dan seluruh pakaian pengunjung mendadak kering seperti tak pernah terguyur air sebelumnya.
@dari berbagai sumber

SITUS SEJARAH SINGA PERBANGSA




 
( Makam Singaperbangsa di Kota Banjar )

SEBUAH papan pemberitahuan dengan ukuran sekira 60 cm x 100 cm, berdiri di tepi Jalan Siliwangi Banjar-Jawa Tengah. Papan berwarna putih kusam dengan tulisan warna hitam itu bila amati berukuran kecil, sehingga  tidak bisa dilihat dengan jelas. Apalagi karena papan tersebut  ternyata terhalang oleh sejumlah dahan pepohonan.
Akibatnya, “pesan” yang ingin disampaikan papan tersebut  bahwa di tempat itu ada sebuah situs, yaknis Situs Budaya Singa Perbangsa, tidak bisa diketahui dengan mudah. Termasuk yang tidak bisa dilihat dengan jelas tersebut adalah tulisan warna hitam yang tertera dalam papan mengenai isi UU No 5 Tahun 1992 Bab VIII Pasal 2.5.
Adapun bunyi uu tersebut, adalah “Barang siapa dengan sengaja merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungan atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/ atau warna, memugar atau memisahkan benda cagar budaya tanpa seizin pemerintah sebagaimana dimaksud dalam uu tersebut…” akan dipidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun, atau denda setinggi-tingginya 100 juta rupiah.
Sebuah jalan setapak, tampak di tepi jalan utama Banjar-Jawa Tengah di dekat papan kusam tersebut.  Itulah jalan satu-satunya yang mengarah ke situs cagar budaya yang berada sekira 20 meter dari tepi jalan.
Jalan setapak tersebut, bila dicermati terlihat sempit, lebarnya hanya sekira 60 cm saja Selain sempit, jalan itu pun terbilang licin karena dipenuhi dedaunan kering dan rumput liar.
Itu artinya, tiap orang yang akan berkunjung ke situs budaya itu, haruslah hati-hati. Tidak sembrono. Jika tidak hati-hati alias sembrono, bisa saja terpeleset. Apalagi karena di jalan tersebut, tidak ada pegangan yang kokoh, selain pagar kayu yang sudah lapuk.
Sekira 20 meter dari tepi jalan, atau setelah melewati jalan setapak menanjak itu dengan susah payah, kita akan melihat dua makam tua berukuran besar. Dua makam yang di atasnya berserakan batu gunung itu, ukurannya beda. Yang satu berukuran lebih besar, sedangkan yang satunya lagi, agak kecil. Makam yang berukuran besar, menurut warga setempat “dihuni” Singa Perbangsa, sedangkan yang kecil, adalah istri Singa Perbangsa. Keduanya berada dalam areal kecil berpagar kayu dan bambu lapuk, dan diteduhi pohonan besar.
Di luar areal situs, ada dua bangunan kecil (saung) yang juga sudah lapuk. Bangunan pertama berada dekat makam, sedangkan yang satunya lagi agak jauh dari makam, dan berada di dalam sebuah tempat mirip gua. Namun perlu diketahui, baik kedua makam maupun kedua saung itu, berada di kawasan milik PT Perhutani.
                                                                          ***          
PERSOALANNYA sekarang betulkah yang bersemayam di situs tersebut Singa Perbangsa? Lalu, ada kaitankah dengan tokoh Singa Perbangsa di Kabupaten Karawang?
Sebenarnya, tidak banyak keterangan yang memberi petunjuk ihwal keberadaan makam tersebut. Hanya beberapa catatan menunjukkan bahwa yang bersemayam di makam tersebut memang Dalem Singa Perbangsa. Catatan itu bahkan menyebutkan bahwa dia sebenarnya ayah dari Bupati Karawang pertama yang berkuasa pada abad XVII,  ketika Tatar Sunda dikuasai Mataram.
“Warga di sini meyakini bahwa yang bersemayam di sini memang ayah Bupati Karawang yang dilantik menjadi Bupati oleh Sultan Agung tahun 1633, dan meninggal dunia tahun 1677 serta dimakamkan di Desa Manggung Jaya Kec. Cilamaya, Karawang,” kata Sapri, warga sekitar situs yang sering memberikan penjelasa kepada mereka yang berkunjung ke situs.
Menurut Sapri, berdasarkan keterangan yang diperoleh dan selalu ia ingat, Kanjeng Adipati Singaperbangsa yang menjadi Bupati Karawang pertama tersebut berasal dari Kertabumi, Galuh. Bukti bahwa Adipati Singa Perbangsa berasal dari Kertabumi, setelah dilantik Sultan Agung, ia diberi gelar Adipati Kertabumi IV. Adapun Kertabumi, berdasarkan catatan, merupakan sebuah kerajaan kecil di Tatar Galuh dan berpusat di Cimaragas.
Dai mengatakan, nama Adipati Singaperbangsa semula kurang terkenal. Namun ketika Sultan Agung (1613 – 1645) berkuasa dan Kerajaan Mataram mulai mengembangkan wilayah kekuasaannya, nama Adipati Singaperbangsa mulai muncul. Hal itu terjadi setelah Sultan Agung  mengangkat Singaperbangsa menjadi Adipati Kertabumi III. Singaperbangsa ini merupakan putra Prabu di Muntur.
Namanya Singa Perbangsa semakin terkenal, ketika Sultan Agung pada tahun 1632 menugaskan Singaperbangsa mengamankan daerah Karawang dari gangguan tentara Banten. Saat itu, Singaperbangsa melaksanakan tugas tersebut dengan  sungguh-sungguh sehingga dipandang berhasil. Setahun kemudian, tahun 1633, atas keberhasilannya dia diberi penghargaan oleh Sultan Agung berupa keris, bernama “Karosinjang.”
Pulang dari Mataram, sedianya Singaperbangsa akan kembali ke Karawang karena sudah mendapat tempat di hati masyarakat Karawang. Akan tetapi, di tengah perjalanan ia memutuskan untuk kembali dulu ke Kertabumi, Galuh.
Pada akhirnya, dia tidak bisa kembali ke Karawang, karena ia ternyata meninggal dunia di tanah kelahirannya, Galuh. Sultan Agung kemudian menunjuk penggantinya untuk jadi adipati di Karawang. Penggantinya adalah Adipati Kertabumi IV yang tidak lain merupakan anak Singaperbangsa I yang meninggal dunia di Galuh. Wallohualam bissawab.
@dari berbagai sumber

SITUS SEJARAH KOKOPLAK

Situs Kokoplak Banjar   Situs cagar budaya Embah Dalem Adipati Tambakbaya atau dikenal dengan sebutan Situs Kokoplak yang memi...